Minggu, 19 Februari 2012 | 07:00 AM

KOMPAS.com - Banyak orang sungguh tak percaya. Bahkan, tim reserse Kepolisian Sektor Cinere, Kota Depok, pun terperanjat. Amn, bocah yang baru berusia 13 tahun yang duduk di Sekolah Dasar Negeri Cinere 1, tega menusuk bertubi-tubi SM (12), teman sekelasnya sendiri, hanya gara-gara telepon seluler.
Pada Jumat (17/2/2012) pagi, warga menemukan SM dalam got bersimbah darah dengan luka tusuk di delapan titik. Dari hasil pemeriksaan diketahui, Amn ternyata juga telah merencanakan perbuatan sadisnya itu.
Kejadian ini berawal Rabu. Amn bersama temannya, Gb (12) dan Kf (12), mencuri telepon seluler milik SM yang disimpan di rumahnya di RT 04 RW 01 Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok. Amn memanfaatkan kondisi fisik kedua orangtua SM yang tunanetra.
Amn kemudian menjual telepon itu di kawasan Meruyung, Limo. Uang hasil penjualan Rp 110.000 itu dibagi-bagi. Amn mendapat Rp 50.000, Gb Rp 50.000, dan Kf Rp 10.000.
Kf menilai pembagian itu tidak adil dan mengadukan pencurian tersebut kepada SM. Saat SM meminta Amn agar mengembalikan telepon selulernya, Amn menolak. Pada Jumat, pukul 06.30, saat berangkat sekolah, Amn menjemput SM. Saat keduanya di Jalan Puri Pesanggrahan I dan suasana sepi, Amn menikam SM berkali-kali.
Mengapa Amn sampai sesadis itu, padahal usianya masih dini? "Dia dalam kondisi tertekan. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Lalu, menikam temannya sendiri," kata pemerhati anak, Seto Mulyadi, kepada Kompas.
Seto berpendapat, anak remaja seusia Amn seharusnya membutuhkan ruang gerak dan penyaluran persoalan dirinya. Sementara itu, satu tahun terakhir ini, Amn tinggal bersama kakaknya, Faisal, di rumah petak berukuran 4 meter x 8 meter di Jalan Raya Cinere Gang Buntu RT 4 RW 1 Kelurahan Cinere. Sejak pagi hingga petang, Amn ditinggal di rumah itu bersama keponakannya, Dila (7), karena Faisal dan istrinya, Yanti, sama-sama bekerja.
Gang Buntu, tempat Amn tinggal, membentang sepanjang sekitar 100 meter. Rumah petak tempat Amn tinggal terletak di pojok rentetan rumah. Tidak ada satu pun rumah petak yang memiliki halaman tempat bermain. Lorong di gang tersebut hanya dapat dilalui sepeda motor ataupun pejalan kaki.
Sebagian warga memang mengenal Amn sebagai anak nakal yang sering mencuri, membuat gara-gara ke teman lain, dan membentuk geng di sekolah. "Dia memang nakal, sering mencuri, dan rese," tutur Ahmad Aldi, teman Amn.
Sebaliknya, sebagian tetangga lagi malah mengira Amn sebagai anak baik. Dia rajin ke sekolah dan mengaji. Bahkan, SM yang menjadi korban penikaman juga teman satu kelas di sekolah, sekaligus teman mengaji.
"Saya tidak sangka, dia anak rajin. Sering menyapa saya kalau lewat depan rumah," kata Halimah (34), tetangga Amn.
Nurhasan (56), paman korban, pun sama sekali tidak menyangka Amn bakal menikam SM. Dia juga heran, Amn begitu jahat mencuri telepon seluler milik SM.
Benar apa yang dikatakan Koordinator Psikologi Terapan Intervensi Sosial, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (UI), Erita Nurhetali. Dia menilai kasus ini adalah potret gagalnya sebuah lingkungan mengajari anak.
Kasus ini memberi pelajaran berarti bagi semua warga metropolitan yang super sibuk dan akhirnya melupakan perhatian kepada buah hati mereka yang sesungguhnya justru sangat diperlukan di usia anak. (Andy Riza Hidayat)
Sumber : Kompas Cetak
build-access-manage on www.dayaciptamandiri.com
Comments
Post a Comment