Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak bangsa Indonesia berhemat, beberapa hari silam. SBYmemang menekankan soal menghemat anggaran belanja lewat kebijakan terkait BBM dan energi – khususnya bagi para pegawai pemerintah dan BUMN.
Namun, terkait usaha menghemat kocek pemerintah itu, sebenarnya salah satu upaya lain yang penting dan mendesak untuk digalakkan adalah pemanfaatan teknologi Internet secara lebih efektif dan efisien.
Sejauh ini memang sudah ada beberapa kegiatan pemerintah dengan menggunakan teknologi Internet. Selain surat elektronik (surel) alias e-mail dan penayangan 'brochure-ware' melalui berbagai situs kantor pemerintahan dan BUMN, syukurlah sudah ada program e-procurementatau pun e-government.
Tetapi banyak hal masih perlu ditingkatkan penggunaannya. Misalnya, para pengambil keputusan tidak mesti melakukan rapat secara tatap-muka dalam setiap rapat kerja – kecuali ketika masalah yang dihadapi demikian pelik sehingga memerlukan kehadiran semua pihak.
Namun bila rapat hanya membahas beberapa soal rutin, seperti rapat tiap Selasa yang digagas Menteri BUMN Dahlan Iskan, umpamanya, kiranya para pegawai pemerintah bisa memanfaatkan teknologi seperti 'web-cam', kamera yang tersambung dengan Internet. Jangankan pada komputer atau laptop, bahkan sekarang ini web-cam juga sudah menjadi fitur utama berbagai telepon seluler (ponsel).
Lewat 'rapat jarak jauh' begitu, sang peserta rapat tak perlu bepergian ke luar kantor. Mobilnya pun cukup diparkir, dan tak usah membuang-buang waktu di jalan yang macet (di Jakarta) atau pun terbang mendatangi tempat rapat di luar kota.
Demikian pula dengan pelatihan. Banyak pelatihan sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas multimedia di Internet atau video streaming --sehingga tak perlu membayar mahal pelatih untuk berkeliling ke beberapa kantor cabang.
Melalui cara-cara demikian, dengan sekali dayung bukan hanya satu-dua pulau terlampau, melainkan bisa lima-enam sungai pun terseberangi.
Satu hal lain yang bisa memotong banyak ongkos adalah memanfaatkan teknologi Google Earth dan Google Map untuk mempromosikan pariwisata dan semua keperluan 'geospatial' bumi pertiwi – termasuk peta dan foto areal pertambangan, perkebunan dan obyek wisata -- ke konsumen di mana pun di dunia.
Kabarnya, Google telah menunjuk agen pengembangan Google Qualified Developer di Asia Tenggara lewat perusahaan 'Exist.Inc Indonesia,' yang berkantor di Jakarta.
Itu di satu sisi. Di sisi lain, sesungguhnya pemerintah selayaknya makin gencar mendulang dan mendukung pemasukan dana lewat pasar online dan media sosial yang kian hari kian marak.
Pemerintah pusat dan daerah serta semua BUMN sejatinya dapat menginfiltrasi 'pasar tanpa sekat' di dunia, melalui jejaring online yang makin cepat, makin murah dan makin luas penggunaannya.
Sebagai gambaran luasnya penggunaan Internet, mari kita tengok transaksi jual-beli produk konsumen secara online.
Pada tahun ini saja, nilai transaksi online produk Indonesia diperkirakan mencapai lebih US$4 miliar -- meningkat dari US$3,4 miliar pada 2010. Di antara situs belanja yang paling populer di Indonesia saat ini adalah pakaian dan aksesori (sekitar 36%), disusul kupon (voucher dan sebagainya) sebesar 33%, serta buku dan DVD (33%).
Potensi perkembangan itu bakalan melejit luar biasa, mengingat kontribusi Internet terhadap produk domestik bruto sesungguhnya baru mencapai 1,6%. Lebih lagi, karena Indonesia kini menempati urutan kelima negara pengakses Internet terbesar dunia.
Diperkirakan rasio jumlah konsumen online terhadap prosentase penduduk kita saat ini telah mencapai 57%. Memang itu masih di bawah Malaysia (67%) dan Vietnam (61%), tetapi prosentase itu sama dengan Singapura, dan di atas India (54%).
Menurut data yang ada, memang penjualan online di dunia terus meningkat. Sehingga tak heran bila firma pembayaran online 'PayPal' meramalkan, pada 2016 uang fisik akan ditinggalkan orang, digantikan uang digital.
Menurut Presiden Direktur Finnet Indonesia Waldan R. Bakara, Indonesia juga segera menyusul menggunakan uang digital itu. "Pada 2020, sekitar 50% warga Indonesia akan menggunakan uang digital ini," kata Waldan kepada INILAH.COM.
PayPal belum lama ini meluncurkan aplikasi InStore. Melalui aplikasi ini, konsumen tak perlu lagi mengantre di toko, karena penjual cukup menggunakan pemindai portabel yang ada di ponsel untuk membaca barcode pembeli. Sesudah itu pembeli cukup memasukkan PIN miliknya, dan selesailah 'ijab-kabul' jual beli, hanya dalam hitungan 30 detik.
Walhasil, bicara mengenai Internet dan penggunaannya bisa membuat orang berdecak heran. Dalam sejarah manusia di bumi ini, belum ada media komunikasi yang berkembang secepat Internet.
Coba saja bandingkan: jika radio dulu memerlukan waktu 30-an tahun untuk mencapai 50 juta pendengar, dan TV membutuhkan 10 tahun untuk meraih 50 juta pemirsa di dunia, maka Internet atau 'world wide web' (www) hanya perlu sekitar empat tahun guna meraih 50 juta pengguna.
Tetapi para ahli mengingatkan bahwa teknik memasarkan jasa dan produk pada zaman Internet tidak sama dengan marketing konvensional.
Di antara yang berubah pada pemasaran via Internet, pertama, adalah bahwa kini harapan atau tuntutan konsumen terhadap kenyamanan makin besar. Kini konsumen tak mau menunggu lama, dan ingin memilih sendiri waktu dan tempat mereka berbelanja, misalnya pada tengah malam dan dilakukan di kamar tidur.
Artinya, bila Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) hendak mengkampanyekan sebuah program 'wisata baru' di pasar Jerman, misalnya, maka penjaga situs kampanye wisata Kemenparekraf itu mesti siap menjawab pertanyaan calon wisatawan itu, meski pun itu dilakukan pada jam 9 malam waktu Jerman, alias sekitar pukul empat pagi WIB.
Sejumlah respon kompetitif berlangsung pada waktu berjalan, in real time. Berbeda dengan pemasaran konvensional, saat ini konsumen dapat dengan mudah membandingkan harga jasa dengan jasa pesaingnya pada saat yang sama. Saat seorang konsumen membeli tiket pesawat misalnya, ia bisa secara mudah membandingkan beberapa harga tiket berbagai maskapai penerbangan sekaligus.
Para ahli yang lain menyarankan bahwa saat ini, perusahaan atau penjual tak cukup hanya mendengar atau mempelajari apa yang diinginkan konsumen melalui kegiatan 'partisipasi'.
Konsumen, bahkan yang menjadi 'fans' bagi sebuah brand di Facebook, umpamanya, menuntut perusahaan memberi respon secara lebih bermakna.
Artinya, secara orang per orang, setiap individu ingin mendapatkan input mengenai brandyang mereka beli, dan cara-cara apa saja yang bisa mereka lakukan untuk membeli produk atau jasa itu.
Metode yang disebut enlightened engagement itu, kini menjadi fase awal evolusi di dunia komersial lewat keterlibatan sosial di Internet.
Dalam era Internet Marketing ini, kita memerlukan 'P' yang kelima –menyempurnakan 4-P yang lazim dikenal dalam dunia pemasaran. Dan 'P' kelima itu adalah 'people', orang-orang yang mewakili marketing, jasa dan bauran komersial.
Penjaga situs Kemenparekraf tadi, misalnya, mesti bisa berinteraksi, secara sosial, menawarkan paket yang dipersonalisasikan kepada calon wisatawan secara penuh empati.
Bila tidak, maka kita bukan hanya menghalangi aktifnya dampak sosial dalam urusan komersial yang berlangsung, melainkan, yang lebih parah, boleh jadi calon wisatawan Jerman tadi akan direbut negara tetangga lebih dulu.
*) Konsultan komunikasi, dan dosen komunikasi di Universitas Paramadina, Jakarta. [mor]
Comments
Post a Comment