DATA CENTER berada atau tidak berada di dalam wilayah Indonesia, itu yang sedang diributkan dalam perubahan PP82/2012. Semua bicara ada 2 hal : DATA dan CENTER. Data sendiri bisa diartikan data itu milik publik dan data milik non-publik (bisa berarti pribadi atau milik negara). Pemerintah kita kemudian memperjelas kesatuan DATA itu dalam PP 39/2019.
Tapi kemudian pada saat membahas kata kedua: CENTER. Ini yang harus hati-hati. CENTER itu ibarat JANTUNG dalam tubuh kita. Dia mengatur gerak dan ritme , denyut kehidupan ekonomi kita. Bila jantung itu kemudian diletakkan di tubuh orang lain, maka dengan mudah jantung itu dirusak dan dirampas.
Demikian pula dengan data center, yang merupakan pusat data kita. Meskipun kita menganggapnya ada data yang sifatnya milik publik, milik perusahaan dan ini dirasakan pemerintah tidak harus 'diatur' untuk berada di wilayah hukum Indonesia, maka pemerintah berencana merubah pasal dalam PP82/2012.
Pemerintah lupa, jantung data ini, apabila ada di negara lain, maka dengan mudah bisa diambil, dirampas. Bayangkan data ribuan, jutaan warga Indonesia ada di negara lain, mereka bisa mempelajari apa yang kita makan, kerjakan dan lakukan setiap hari. Mungkin saja saya pengguna setia Google dan Maps nya, tapi saya juga tahu dan berusaha agar tidak semua data saya serahkan ke Google, yang saya tahu saat ini data center nya belum ada di Indonesia. Janji manis para penyedia data center berbasis cloud global yang akan segera membuka data center cloud nya (istilahnya availability zone) di Indonesia harus dikawal dan dipastikan. Dalam 2 tahun kita harus melihat ini real, nyata mereka membangun data center di Indonesia.
Jantung data harusnya tetap ada di Indonesia, karena ini adalah denyut. Bayangkan seperti ini:
- Data Center / Pusat data bila ada di Indonesia, akan tetap memerlukan perangkat jaringan lokal (switch, router dll) sehingga perangkat ini akan tetap diperlukan dan industrinya akan tetap hidup.
- Data Center / Pusat data bila tidak ada di Indonesia, maka orang, perusahaan hanya akan perlu koneksi jaringan Internet yang cepat, infrastruktur yang cepat memang akan perlu switch, router, firewall, aplikasi pendukung, tapi tidak sebanyak kalau data center itu ada di lokasinya sendiri.
- Data Center / Pusat data bila tidak di Indonesia, maka kita semua tidak perlu desktop, kita akan bekerja cukup dengan laptop, memastikan jaringan internet kencang dan stabil, kemudian semua bisa direct access via mobilephone.
- Data Center / Pusat data bila tidak ada di Indonesia, maka kita tidak perlu engineer lagi, semua pengelolaan perangkat akan simple, dan artinya kita tidak punya teknisi jaringan, teknisi desktop, teknisi laptop yang rumit, karena apabila rusak, cukup ganti perangkat, semua selesai. Mungkin yang hanya kita perlukan cloud engineer.
- Data Center / Pusat data bila tidak di Indonesia lagi, maka semua akan belajar tentang bahasa pemograman berbasis cloud, skill dan kurikulum kita harus dirubah semua mengikuti tren ini. Sekarang Indonesia tercatat sangat kurang skill cloud programming ini.
- Pipa internet Indonesia mendarat di beberapa negara saja, sehingga kebutuhan bandwidth tinggi akibat berpindahnya data center dari Indonesia ke negara lain, akan meningkatkan penggunaan bandwidth ini, dan tentu saja hanya menguntungkan segelintir perusahaan. Kita harus memastikan dulu 'pipa' Internet kita cukup untuk ini. Apabila tidak, maka problem koneksi dan LO-LA akan kita hadapi setiap saat.
Meskipun saya pengurus terkait dengan dunia cloud dan data center, tapi saya melihat gerakan untuk meniadakan data center untuk swasta dan pribadi yang tidak harus ada di Indonesia ini akan membuat ekonomi kita bertambah sulit, semua akan goes to cloud (public cloud), sementara kita harus memastikan semua global public cloud bayar PPN di Indonesia. Tapi yang lebih rumit adalah jangka panjangnya kita akan bicara shortage-skill yang semakin besar. Sementara kami di industri kesulitan membantu pemerintah merubah kurikulum not-up-todate yang ada saat ini. Akselirasi kami coba lakukan dengan berbagai program, karena kami punya kebutuhan SDM yang saat ini belum bisa disupply oleh dunia pendidikan di jenjang yang ada.
Memang kita tidak bisa menahan laju penggunaan cloud, dan itu sebabnya kami membuat asosiasi terkait untuk membantu. Tapi tetap kita harus memastikan data center, termasuk cloud itu berada di wilayah NKRI.
Bahkan kita pun sekarang telah memiliki SNI 8977 2019 yang membantu kita membangun dan mengelola data center (Pusat Data) di Indonesia.
Sudah saatnya kita terus suarakan DATA CENTER NKRI agar negara kita tetap jaya.
Comments
Post a Comment